Header Ads

KYAI KHOLIL PUASA GULA SEBELUM MELARANG GULA

Makam Mbah Kholil Bangkalan
Mencontohkan lebih utama daripada menasehati. Kira-kira demikianlah teladan dari Rasulullah. Selain melalui apa yang keluar dari lisan mulia Beliau, Rasulullah juga senantiasa menyampaikan dakwah melalui perbuatan yang akhirnya dicontoh oleh seluruh pengikutnya.

Hal ini juga yang dilakukan Syaikhona K.H. Mohammad Kholil. Beliau adalah seorang Kyai masyhur dan alim dari Bangkalan, Madura. Beliau adalah guru dari dua Kyai besar di Indonesia yaitu Kyai Hasyim Asy'ari (pendiri Nahdlatul Ulama) dan Kyai Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah).

Suatu saat Kyai Kholil kedatangan tamu seorang bapak dari desa. Maksud kedatangan tamu tersebut adalah mengeluhkan perihal anaknya yang suka makan gula.

MEMINTA DO'A UNTUK ANAK

"Ada keperluan apa bapak kemari?" sambut Kyai Kholil setelah mempersilahkan tamunya duduk.

"Anak saya tidak mau berhenti makan gula, Kyai. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali saya menasehatinya agar berhenti makan gula!" kata tamu itu mengeluhkan anaknya.

"Jajanan anak saya, jika tidak permen ya pasti gula, Kyai," orang itu melanjutkan. "Tolong saya diberi sesuatu sebagai obat agar anak saya mau berhenti makan gula, Kyai! Saya takut ia akan penyakitan karena kebanyakan makan gula."

Demi mendengar keluhan tamunya itu, Kyai Kholil berpikir sejenak. Keluhan tamunya itu tampaknya memang sepele, yaitu mencari cara untuk mengatasi anaknya yang bandel yang suka makan gula. Namun Kyai menanggapinya dengan serius.

"Bapak ini setiap hari hanya minum air?" tanya Kyai.
"Tidak Kyai. Kadang minum kopi, kadang minum teh" jawab si Bapak yang merasa terkejut ditanya demikian.

"Pakai gula?" lanjut Kyai.
"Tentu saja Kyai" jawab si Bapak lagi.

Hening sejenak. Sesaat kemudian Kyai Kholil berkata

"Begini, Bapak pulang saja dulu, tiga hari lagi Bapak kesini lagi bersama anak Bapak"

TIRAKAT KYAI KHOLIL

Tanda tanya memenuhi benak sang bapak. Ia berpikir kenapa tidak langsung diberi doa atau mungkin segelas air yang sudah dibacakan doa untuk pengobatan anaknya? Begitu sulitkah bagi Kyai Kholil?

Tiga hari berlalu, orang dari desa itu datang lagi menghadap Kyai Kholil bersama anaknya yang suka makan gula itu.

Setelah anaknya dihadapkan pada Kyai Kholil, bukannya diberi do'a, anak itu malah dinasehati.

"Nak, kamu jangan suka makan gula lagi ya?" nasehat Kyai Kholil pada anak si bapak seperti ketika beliau menasehati cucunya sendiri.

"Iya Kyai!" jawab anak itu patuh. Terasa di hati bocah itu seperti tengah disiram air pegunungan yang sejuk, menyegarkan. Indah pula rasanya dihati.

Setelah itu Kyai tidak berbuat apa-apa lagi. Bahkan beliau hanya bercengkerama dengan sang anak dengan obrolan seputar dunia anak. Lama-lama hati sang Bapak gundah juga. Ia berprasangka, sepertinya Kyai Kholil tidak berusaha mengobati anaknya.

"Bapak bisa pulang sekarang. Kita doakan bersama, semoga anak bapak tidak hobi makan gula lagi.
"Mohon maaf Kyai, apakah cukup begitu saja?" tanya sang bapak kemudian.
"Iya Pak. Cukup begitu saja" jawab Kyai.

Lagi-lagi jawaban Kyai membuat sang bapak itu makin terheran-heran.

MELAKUKAN DULU SEBELUM MENYURUH

"Kyai, mohon maaf. Kenapa anak saya hanya diberi nasehat begitu saja? Jika hanya nasehat, saya sendiri sebagai bapaknya sudah tak terhitung lagi berapa kali menasehatinya" tukas si bapak.

"Itulah masalahnya Pak" jawab Kyai
"Maksud Kyai?"

"Begini Pak. Kenapa sampeyan saya suruh pulang dulu dan baru tiga hari kemudian saya minta kembali. Karena selama tiga hari itu saya berdoa dan berpuasa tidak makan gula. Agar ketika saya menasehati anak bapak, perkataan saya bisa diterima anak bapak" jawab Kyai.

Jawaban Kyai yang terakhir membuat si bapak tercekat. Tak sepatah katapun yang bisa diucapkan lagi. Dia tidak habis pikir, sampai seperti itu usaha Kyai Kholil untuk menasehati anaknya?

Harus dirinya dulu yang menjalani nasehatnya dengan bersusah payah berdo'a, berpuasa selama tiga hari sebelum disampaikan kepada si anak. Orang sekaliber Kyai Kholil saja, yang terkenal dengan ilmu nahwu, fiqih dan tasawuf itu masih harus 'tirakat' untuk sekedar berucap satu kalimat.

Kedekatannya kepada ALLAH Subhanahu wa Ta'ala sungguh luar biasa, sehingga setiap langkahnya selalu bernuansa dzikrullah, ingat ALLAH.

Akhirnya tamu itu pulang dengan membawa cerita keteladanan sang Kyai. Kenyataannya memang, sang anak langsung sembuh alias tidak lagi suka makan gula.

HIKMAH UNTUK KITA ORANG TUA

ALLAH berfirman di dalam surat Al Baqarah ayat 44 :

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ

"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat). Maka tidakkah kamu berpikir?"

Bagaimana mungkin kita bisa melarang anak kita untuk tidak berbohong sementara kita sendiri masih suka bohong?

Bagaimana mungkin kita bisa melarang anak kita untuk tidak tidur larut malam sementara kita sebagai orang tua juga suka begadang?

Maka, sebelum kita menasehati anak, nasehatilah diri kita sendiri terlebih dahulu. Karena anak adalah cerminan dari orang tuanya.

Sumber (dengan disunting oleh Admin) :
Dari Ceramah Ustadz Syaikhu, diceritakan kembali oleh Ali Shodiqin, 1998


No comments

Powered by Blogger.